EX. PELABUHAN BULELENG
GAMBAR LATAR SERTIFIKAT QSL 8A417SGR
Seperti tertuang dalam catatan sejarah, Provinsi Soenda Ketjil adalah kejayaan Indonesia Timur di masa lalu. Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, bahkan sebagian pulau-pulau terkecil di wilayah perairan Kepulauan Maluku adalah bagian dari Soenda Ketjil.
Pada era Soenda Ketjil inilah Pelabuhan Buleleng mengalami kemasurannya baik sebagai pelabuhan barang maupun sebagai pelabuhan penumpang untuk memasuki Pulau Bali, karena itu daerah pelabuhan ini secara lokal juga dikenal dengan nama Pabean, karena sebagai pelabuhan barang dipelabuhan ini berdiri kantor bea dan cukai untuk barang masuk dan keluar melalui pelabuhan ini.
Ekspor Kopi, cengkeh dan sapi ke luar Bali, dilakukan melalui pelabuhan ini pada masa itu, sehingga pada muara sungai Buleleng disisi timur pelabuhan ini pada masa itu berjejer tongkang-tongkang untuk membawa muatan ke kapal besar yang buang sauh agak di tengah laut – karena alasan kedalaman laut disekitar pelabuhan Buleleng yang tidak cukup dalam untuk kapal besar.
Setelah, ibukota dipindah ke Denpasar (Bali Selatan) pada 23 Juni 1960, dan dengan adanya pelabuhan Benoa di Denpasar, berangsur-angsur kegiatan pelabuhan di Buleleng ini berhenti.
Sekarang, bangunan yang masih ada dijadikan Museum Soenda Ketjil. Museum ini menggunakan bangunan berarsitektur Belanda yang telah berumur lebih dari 50 tahun.
Konon, gedung ini dibangun pada tahun 1920 dan dulunya digunakan sebagai salah satu kantor di area Pelabuhan Buleleng, ketika pelabuhan masih aktif sebagai pelabuhan bongkar muat saat masa penjajahan. Tak pelak, keberadaan museum ini akan menjadi nonstalgia untuk mengenang Buleleng sebagai Ibu Kota Soenda Ketjil.
Ketika memasuki museum, perhatian pengunjung akan tertuju pada dinding tembok yang penuh dokumentasi masa lampau. Di mana dokumentasi itu menggambarkan bagaimana pentingnya Pelabuhan Buleleng sebagai pelabuhan rakyat. Kala itu, Pelabuhan Buleleng disebut masuk dalam peta pelabuhan dan pelayaran dunia. Sehingga, banyak terjadi bongkar muat barang dari pengiriman barang oleh kapal-kapal laut dari luar negeri seperti India, Arab, bahkan Cina.
Selain menggambarkan Soenda Ketjil dan Pelabuhan Buleleng sebelum dan sesudah kemerdekaan, sejumlah barang bersejarah milik pahlawan Mr. I Gusti Ketut Pudja juga turut dipajang di museum ini. Sebut saja seperti topi dan kamera tua milik Gubernur pertama dan terakhir Ibu Kota Soenda Ketjil ini.
Bahkan, foto dan profil Mr. I Gusti Ketut Pudja juga terpampang jelas di dinding museum ini. Selain itu, ada foto sosok Presiden pertama Indonesia, yaitu Ir. Soekarno. Foto Bung Karno bersama sang Ibu Ida Ayu Nyoman Rai Srimben juga dipajang di museum ini. Pemajangan bukanlah tanpa alasan. Mengingat Ibu dari Sang Proklamator ini berasal dari Buleleng, tepatnya Banjar Bale Agung, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng.
Rupanya, konten museum ini tak melulu berbicara tentang sejarah. Buktinya, di lokasi ini juga dilengkapi dengan spot selfie menyerupai perahu. Pasti pengunjung tak akan melewatkan berselfie di spot dengan latar perahu Phinisi di Pelabuhan Buleleng.
Museum Soenda Ketjil ini diharapkan mampu mendongkrak wisatawan datang ke Buleleng. Bahkan, Museum Soenda Ketjil akan menunjang wisata sejarah di kota tua Singaraja. “Kami optimis, pendirian museum ini bisa mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara. Nanti akan menjadi destinasi City Tour di Kota Singaraja. Dimana museum Soenda Ketjil ini dijadikan sebagai wahana edukasi sejarah. Mengingat Buleleng dulu pernah menjadi Ibu Kota Provinsi Soenda Ketjil, yang tidak lepas dari pahlawan nasional Mr I Gusti Ketut Pudja.
Museum Soenda Ketjil bagaikan daftar isi. Melalui museum ini, wisatawan yang datang dapat berkunjung ke tempat lain, seperti Puri Anyar Sukasda, rumah tua Mr Pudja, Museum Buleleng yang menyimpan sebagian peninggalannya, Gedong Kertya, bahkan mueum lainnya di Bali.
Kontributor : YE9CZY
Editor : YC9AIG
0 Komentar